Jendela

Selamat malam jendela, tak kah kau mengantar suasana yang semakin keruh di luar? dan kesendirian yang semakin mengerikan di dalam. Masih bersama segelas keraguan yang tak juga tertenggak habis, senantiasa menunggu dan menggoda. Setaip belai angin adalah kemalasanmu mengantarkan kesejukan. Bersama ruang semua semakin mengikat kita dan dunia luar semakin penuh kebohongan.

Selamat malam jendela, tak kah tiraimu telah lama lupa tak ku tutup lagi. Segera setelah pertama kali aku membukanya aku langsung lupa, bahwa ia pun harus ditutup bersama semua suara kebisingan,

Di luar tangisan anak-anak putus sekolah semakin memanggil-manggil. Sementara tawa mereka yang serakah, seolah mengejek ketuaanmu. Lalu suara-suara lain, berteriak-teriak seolah-olah langit tak lagi bosan melihat tingkah meningkah mereka.

Tuhan, kami semakin suka berteriak.
Hujan turun, kami teriak
Panas datang, kami teriak
Senang, kami teriak
Sedih, kami teriak

Seperti kalau kami tak berteriak, pita suara kami akan segera putus
Seperti kalau kami tak berteriak, kami akan menjadi manusia terlupakan

Kami semakin kehilangan jeda, dimana waktu membiarkan suara kami mengendap dalam hati kami masing-masing
Kami semakin kehilangan dunia, dimana diam dan ramai adalah keseimbangan yang kami rindukan

Tuhan, kami semakin sangat suka berteriak, sungguh

Selamat malam jendela, malam lalu ketika kita tak berbincang kau sengaja mengantar banyak panas kesini. Terlalu panas, sampai rasanya aku lupa tentang kenangan dingin yang malam lalunya kau hantarkan. Aku semakin cepat lupa, semua segera berganti dan berganti lagi. Tak kah kita terlalu lelah untuk sekedar bercerita? Sementara suara di luar semakin keras dan mengerikan.